Senin, 13 Mei 2013

Mengenal Gereja Unit Pastoral St. Theodorus Liwa Lampung Barat.

Pendahuluan

Gereja Unit pastoral St. Theodorus terletak di Liwa Lampung barat. Jarak Liwa dan pusat Ibu Kota Lampung Tanjung Karang sekitar 180 Km, dengan waktu tempuh antara 6-7 jam perjalanan dengan mengendarai mobil. Liwa sebagai pusat pemerintahan daerah Lampung Barat berada di jalan simpang yang menghubungkan tiga provinsi, yaitu Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. Di sebelah selatan, Liwa berbatasan dengan pekon (desa) Kembahang kecamatan Batubrak, di sebelah timur berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), di sebelah barat dengan pekon Tanjungkemala, kecamatan Pesisir Tengah dan TNBBS, dan di sebelah utara dengan pekon Tanjungraya, kecamatan Sukau. Secara topografi Liwa berada di pegunungan dengan hawa yang sejuk dan panorama yang indah seluas sekitar 3.300 hektar, Liwa mencakup beberapa pekon (kelurahan) yang dikelilingi oleh hijaunya bukit-bukit. Dari kejauhan, kebiruan Gunung Pesagi, gunung tertinggi di Lampung (2.262 m), menambah eloknya kota Liwa. Di samping memiliki potensi alamiah seperti pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, pariwisata, dan pertambangan, Liwa juga menyimpan sejarah budaya. Beberapa kebiasaan (tradisi-budaya) yang masih kita temui di Liwa, antara lain upacara-upacara adat seperti nayuh (pesta pernikahan), nyambai (acara bujang-gadis dalam rangka resepsi pernikahan), bediom (menempati rumah baru), sunatan, sekura (pesta topeng rakyat), tradisi sastra lisan (seperti segata, wayak, hahiwang, dll), buhimpun (bermusyawarah), butetah (upacara pemberian adok atau gelar adat), dan berbagai upacara adat lainnya. Kota Liwa mempunyai tempat wisata yang cukup menarik, di antaranya air terjun Kubuperahu, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang termasuk sebagian kecil wilayahnya, Pulau Dewa (kuburan yang panjangnya mencapai hampir 3 meter) di desa Jejawi, dan Prasasti Hujung Langit (Batu Tulis Hara Kuning) di Bawang, suasana sejuk karena alam yang masih hijau, dan adat-istiadat setempat (seni-budaya lokal).Namun Kabupaten Lampung Barat mempunyai juga belasan tempat wisata seperti Danau Ranau, wisata budaya pekon Kenali, (Belalau), dan pantai sepanjar Pesisir Barat Samudera Indonesia yang dapat diandalkan terutama pantai dan tempat bersejarah.Salah satunya Situs Prasejarah Batu Jaguar yang terletak di Pekon Purawiwitan, Sumberjaya. Di sini, terdapat sebuah batu menhir yang dipercaya masyarakat dapat memberikan tanda-tanda bila akan terjadi bencana alam seperti saat gempa Liwa 1994. Liwa pernah mengalami luluh lantah pada saat gempa pada tahun 1994.Gempa bumi Liwa 1994 terjadi pada 15 Februari 1994 yang mengakibatkan kerusakan parah di Liwa, Kabupaten Lampung Barat dengan gempa berpusat di Sesar Semangko, Samudera Hindia. Berdasarkan laporan hampir semua bangunan permanen di Liwa rata dengan tanah. Tak kurang dari 196 jiwa dari beberapa desa dan kecamatan di Lampung Barat tewas, sementara jumlah korban yang terluka hampir mencapai 2000 orang. Rata-rata mereka tewas dan terluka karena tertimpa reruntuhan bangunan. Berdasarkan informasi, jumlah penduduk yang kehilangan tempat tinggal hampir mencapai 75 ribu. Dampak gempa pun masih terasa sampai 40 kilometer dari ibu kota Kabupaten Lampung Barat tersebut. Pascagempa Liwa terjadi, pembangunan pemukiman penduduk, perkantoran, dan sekolah kembali dibangun dengan konstruksi bangunan antigempa. Liwa sekarang telah berbenah dan kehidupan menjadi berjalan kembali, bahkan menjadi banyak incaran berbagai pihak untuk menanamkan modal di Liwa bukan hanya untuk pengembangan pertanian kopi yang menjadi produk unggulan dengan kopi luwaknya, namun juga pemodal asing PT Chevron Geothermal memberikan komitmennya untuk mengembangkan energi panas bumi di Suoh-Sekincau, Lampung Barat. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini akan memenuhi target Pemerintah Pusat dan daerah untuk merealisasikan proyek sumber daya panas bumi yang diperkirakan mampu menghasilkan daya 500 mw. 

Gereja di Unit Pastoral St Theodorus Liwa, Lampung Barat.

Pertumbuhan gereja di Liwa , Lampung Barat tidak bisa dilepaskan dari karya pastoral Paroki Keluarga Kudus Baradatu, Way Kanan, sebab Unit Pastoral liwa sebelumnya adalah bagian dari wilayah pelayanan stasi yang masuk paroki Keluarga Kudus Baradatu, Way Kanan. Unit pastoral Liwa , Lampung Barat baru berdiri secara mandiri pada tahun 1994, pasca gempa yang melanda liwa yang kala itu pastor pertama yang bertugas Vincent Le Baron MEP, kemudian setelah masa tugas selesai di gantikan oleh pastor berikutnya, antara lain: RD. Antonius Suhendri, RD. Harry Prabowo, RD. Agustinus Sunarto, RD. Paulus Saryanto dan sejak tahun 2011 hingga sekarang RD. Agustinus Sudaryanto. Keadaan gempa telah mengubah banyak peradaban dalam relasi antara gereja dan pemerintah dan dengan masyarakat. Kehidupan beragama mendapat tempat dan perhatian, walaupun di beberapa tempat gereja masih dipandang “asing” dan memerlukan sikap berhati-hati agar tidak terjadi kesalahpahaman. Jumlah tempat Ibadah di paroki Liwa lampung Barat ada 5 gereja ( Liwa, pasar Minggu, Sekincau, Sidomakmur dan Malang - Suoh). Sedangkan jumlah tempat ibadah berkeliling dari rumah kerumah ada 4 tempat ( Mayus-Basongan, Sumberjaya, Talang Gendung Suoh dan Sumber Agung Suoh). Pastoran terletak disamping gereja St. Richardus di Liwa, berjarak 1,5 km dari pusat pemerintahan Liwa lampung Barat. Jarak tempuh antara satu stasi ke stasi lainnya sangat menyita waktu dan tenaga, sebab tidak hanya melampaui jalan yang melintasi pegunungan, namun juga sungai dan jalan yang sebagian besar bercampur dengan lumpur dan tanah liat, apa lagi jika pada musim hujan pasti akan sangat menyulitkan untuk bisa cepat mencapai tempat. Daerah tersebut khususnya untuk menuju ke stasi Mayus-Basongan, Malang-Suoh, Talang Gendung – Suoh dan Sumber Agung – Suoh dan di beberapa tempat di Sumberjaya.

 Jarak tempuh antara Liwa ke setiap stasi berbeda beda. Misalnya liwa ke Suoh dengan sepeda motor membutuhkan waktu 3-4 jam dalam keadaan tidak hujan dan jalan lancar. Namun jika hujan membutuhkan waktu lebih, belum lagi jika sungai Semangka banjir, harus menunggu surut sampai bisa menyeberang dengan mengunakan rakit bambu. Rakit bambu adalah sarana satu satunya penyeberangan yang menghubungkan dengan Suoh. Kecuali melingkar melalui areal letusan dapat melalui jalan darat, tetapi jika hujan sangat sulit untuk dilalui sebab jalan berlumpur dan banyak kubangan yang cukup dalam. Jarak Liwa ke Pasar Minggu membutuhkan waktu 3 jam perjalanan melintasi Taman Nasional Bukit Barisan, jika musim hujan terkadang jalan dipenuhi longsoran tanah perbukitan, terkadang juga pohon tumbang, maka terkadang juga membutuhkan waktu yang ekstra. Sementara itu jarak tempuh dari Liwa ke Mayus-Basongan sekitar 3 jam melintasi pegunungan dan perkebunan kopi. Bila hujan sangat sulit di lalui sebab selain jalan licin juga tanahnya liat dan lengket. Sedangkan jarak tempuh antara Liwa menuju Sekincau cukup 1 jam dan menuju sidomakmur 1 ½ jam . sedangkan jika dari Liwa menuju sumberjaya membutuhkan waktu antara 2-3 jam tergantung dimana rumah yang menjadi tempat Ibadah berlangsung, jika di Way Tebu tentu akan membutuhkan waktu yang lebih. Jumlah Kepala Keluarga ( KK) di Paroki Unit Pastoral St. Theodorus Liwa Lampung Barat berdasarkan sensus Desember 2012 berjumlah 170 KK. Perincian per- KK berdasarkan masing masing stasi : Liwa 65 KK, Sekincau 28 KK, Malang – Suoh 15 KK, Talang Gendung – Suoh 4 KK, Sumber Agung – Suoh 4 KK, Pasar Minggu 26 KK, Sumberjaya 14 KK dan Sidomakmur 14 KK. Jarak rumah antara umat katolik satu dengan yang lainnya berjauhan, ada yang 3 – 25 Km, bukan hanya berbeda kelurahan tetapi juga kecamatan, menyebar di berbagai tempat dataran dan pegunungan. Maka sangat sulit untuk di bentuk kelompok doa lingkungan, khususnya untuk stasi Liwa, Pasar Minggu , Sekincau dan Sumberjaya. Bahkan ada yang di Simpang Sender dan Banding Agung arah Danau Ranau masuk wilayah Sumatera Selatan.


 Mata pencaharian pokok umat secara umum adalah petani padi,  kopi dan sayur mayur. Dan sebagian besar umat berasal dari Sumatera Utara yang mengadu nasip dengan berjualan sayur mayur dan berdagang. Karya pelayanan di Paroki St. Theodorus Liwa , Lampung Barat selain karya pastoral pendampingan iman umat di per-setiap stasi, juga adalah pendampingan para suster yang hidup dan tinggal di komunitas yang masuk wilayah paroki St. Theodorus Liwa. Di paroki St. Theodorus Liwa ada 3 komunitas susteran, di Liwa komunitas susteran dari konggregasi FSGM jumlahnya 3 orang. Di Sekincau ada 2 komunitas yakni : HK dengan anggota 3 orang dan Klaris dengan anggota 10 orang. Saat ini keadaan lingkungan kondusif dan belum terjadi permasalahan atas kehadiran para suster. Para suster hadir di Lampung barat sebagai bentuk kehadiran Gereja Katolik yang hidup dan bertumbuh bersama masyarakat Lampung, dimana lampung barat adalah asal masyarakat Lampung yang menyebar ke berbagai tempat di propinsi lampung. Karya para suster untuk sementara lebih mengolah lahan pertanian dan membantu dalam karya pastoral di stasi terdekat. Secara umum kehidupan dan perkembangan umat katolik di lampung Barat nyaman dan dapat bergaul dengan masyarakat di sekitarnya.


Forum Komunikasi Umat Beragama ( FKUB) sebagai sarana komunikasi antar umat beragama juga menjadi sarana yang efektif dan merekatkan jalinan relasi antar umat beragama, khususnya di lingkaran para tokoh-tokoh agama yang ada di Lampung Barat. Keadaan ini menjadikan pertumbuhan kerukunan dan sikap saling menghargai di antara umat beragama di Lampung Barat. Relasi dalam tatanan dialog kehidupan lebih mudah diterima daripada hadir dalam dialog dengan identitas yang bertolak dari status agama. Secara umum masyarakat Lampung Barat baik dan mudah menerima perbedaan. Maka menjaga diri, sikap dan pergaulan dalam tata kepemerintahan dan masyarakat adalah penting agar tidak menimbulkan prasangka dan gejolak yang tidak menguntungkan semua pihak. Selain itu juga diperlukan kepekaan dalam tata pergaulan di tengah tengah masyarakat untuk selalu menempatkan diri baik dalam dalam bertutur maupun dalam bersikap. Dialog kehidupan adalah jembatan komunikasi yang dapat menjadi sarana perjumpaan, pergaulan dan pengenalan. 

Penutup

Demikianlah beberapa hal yang dapat saya catat sebagai gambaran umum berkaitan dengan keadaan umat di Unit Paroki St Theodorus Liwa Lampung Barat. masih banyak hal tentunya yang belum dapat saya angkat untuk menjadi gambaran yang jelas dan lengkap, semoga dengan pemaparan sederhana ini , paling tidak dapat semakin kita mengenal sedikit tentang keadaan umat dan gereja di Liwa lampung barat. Liwa – Lampung Barat 14 Februari 2013. (RD.Agust Dharyanto).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar