Pengurangan Resiko Bencana.
Bencana adalah keadaan yang tidak dikehendaki oleh siapapun, namun siapa yang mampu menolak jika bencana datang dan tak mampu kita hindarkan? Akibat bencana sangat beragam, bukan hanya rumah menjadi rusak dan kehilangan harta benda lainnya, namun juga nyawa bisa menjadi taruhan bila bencana datang dan tak dapat di cegah. Kisah pilu dan miris bukan hal baru atas akibat bencana, hal itu seringkali kita dengar dan lihat pasca-gempa. Belajar atas apa yang telah terjadi, Paroki St. Theodorus Liwa Lampung Barat berkerjasama dengan Caritas Tanjungkarang menyelenggarakan pendampingan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) dimulai 1 Oktober 2012 - 30 September 2013. Caritas Tanjungkarang sebagai lembaga sosial kemanusiaan Gereja Katolik Keuskupan Tanjungkarang adalah salah satu divisi dari Yayasan Pembinaan Sosial Katolik (YPSK), yang menerima mandat sebagai pelaksana organisasi Caritas di Keuskupan atas dasar surat Keputusan Uskup Tanjungkarang nomor 174/JC/11/2009. Dalam menjalankan karya kemanusiaan, Caritas Tanjungkarang berkerjasama dengan pemerintah, lembaga donor, lembaga kemanusiaan lain, dan juga masyarakat. Dalam jejaring karya kemanusiaan, Caritas Caritaster gabung dalam konfederasi Karitas Nasional ( KARINA) di tingkat nasional dan konfederasi Caritas Internasionalis di tingkat dunia yang berpusat di Roma. Kegiatan utama Caritas adalah pelayanan sosial lintas agama, suku, ras dan golongan dan tidak bertujuan untuk penyebaran agama. Pelayanan Caritas adalah murni sebagai ungkapan kasih.
Liwa sebagai wilayah yang terletak di sisi Barat pulau sumatera, di pegunungan bukit barisan yang berada dalam zona subduksi Australasia di samudera Indonesia, dan sesar aktif Semangko di daratan merupakan daerah yang rawan dengan bencana. Peristiwa Gempa di Liwa pernah terjadi 25 Juni 1933 dengan kekuatan gempa 7,5 skala richter di lembah Suoh yang mengakibatkan letusan piroklastik. Akibat gempa tersebut muncul semburan gas beracun besar dan memicu eksodus besar-besaran keluar dari Suoh. Mulai dekade 1960-an lembah Suoh mulai dihuni kembali dan mengalami dampak berat kembali ketika gempa Liwa yang berkekuatan 6,6 pada skala Richter, pada 15 Februari 1994. Akibat dari gempa tersebut kerusakan parah di Liwa Kabupaten Lampung Barat dengan gempa berpusat di Sesar Semangko, Samudera Hindia. Berdasarkan
laporan hampir semua bangunan permanen di Liwa rata dengan tanah. Tak kurang
dari 196 jiwa dari beberapa desa dan kecamatan di Lampung Barat tewas,
sementara jumlah korban yang terluka hampir mencapai 2000 orang. Rata-rata
mereka tewas dan terluka karena tertimpa reruntuhan bangunan.
Berdasarkan informasi, jumlah
penduduk yang kehilangan tempat tinggal hampir mencapai 75 ribu. Dampak gempa
pun masih terasa sampai 40 kilometer dari ibu kota Kabupaten Lampung Barat
tersebut. Pada tahun 2007 terjadi gempa 7,9 skala richter di Pesisir Barat , 10 orang meninggal, 30 luka berat, 24 luka ringan dan 26.369 bangunan rusak. Pesisir Barat selain berpotensi terjadi gempa, longsor juga terjadi tsunami. Dan
pada saat - saat tertentu, Liwa juga masih sering diguncang gempa
meskipun dalam sekala yang kecil dan belum berisiko mengakibatkan
kerusakan atau korban jiwa.
Melalui kerjasama dengan caritas Tanjungkarang, Paroki St. Theodorus berharap semakin tercipta kesadaran yang tinggi warga masyarakat/komunitas PRB dalam menciptakan sistem tanggap bencana yang efektif. Pendampingan dalam proses PRB melalui pemberdayaan komunitas, yang dilatih secara khusus dengan menggunakan metode PRBOM/CMDRR di komunitas masing-masing. Metode tersebut diterapkan dalam pertemuan berkala komunitas, yang menghasilkan pemetaan resiko bencana, rencana aksi komunitas dan swakelola resiko bencana secara berkelanjutan. Selain itu pendampingan Caritas juga memfasilitasi komunitas untuk berpartisipasi aktif dalam kancah jejaring kebencanaan wilayah Lampung Barat. Dan Caritas juga memfasilitasi komunitas dengan sarana dan keahlian untuk terlibat dalam jejaring komunikasi radio kebencanaan yang saat ini telah dilakukan setiap hari dan setiap saat oleh Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI ) dan Bapan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) se-propinsi Lampung. ( Dari berbagai sumber - RD. Agust. Dharyanto)
Semoga dengan usaha PRB, bencana alam tidak akan menjadi bencana bagi keluarga yang mau bersiap sedia.
BalasHapus